Catatan menarik dari Pak Kunto mengenai politisasi budaya dalam buku ini, demikian:
"Generasi baru (tahun 1990-an) pasti tidak sadar bagaimana parahnya politisasi budaya pada zaman Orla sehingga mereka tidak percaya dengan fakta yang demikian telanjang itu. Ketika Taufiq Ismail berkeliling kampus pada pra-1998 untuk membahas buku Prahara Budaya yang ditulisnya bersama D.S. Moeljanto timbul kesan di antara mahasiswa seolah-olah dia telah menyulap fakta-fakta sebagaimana biasa terjadi pada zaman Orba.
Generasi muda itu sepertinya melihat bahwa pada pra-1965 ada budaya yang sungguh-sungguh memihak rakyat. Akan tetapi, sekelompok orang reaksioner telah menentangnya sehingga patut kalau orang revolusioner memburu hantu orang-orang kontrarevolusi. Mereka mengira bahwa Lekra berpihak pada rakyat, pejuang kemerdekaan, dan pembela HAM seperti yang mereka kenal. Mereka tidak tahu bahwa "atas nama rakyat", kemerdekaan kreatif telah diberangus oleh Lekra. Ada uniformasi cara berpikir melalui indoktrinasi. Ada informasi simbol-simbol melalui melalui realisme sosialis. Ada uniformasi nilai-nilai melalui dalih revolusi. Rupanya empati generasi muda pada penderitaan dan penindasan telah membutakan mereka dari fakta-fakta keras yang tak terbantahkan. Mereka tidak mau tahu bahwa dahulu melalui media massa, aksi-aksi politik, aksi-aksi birokrasi, aksi-aksi hukum, dan aksi-aksi semimiliter, musuh-musuh budaya "rakyat" difitnah dan dihukum. Maka, kita sungguh heran ketika generasi muda mengidealisir zaman Orla itu. Mereka berpikir sangat politis, "musuhnya musuh adalah kawan"." (Hlm. 87-88)
No Response to "Kutipan"
Posting Komentar