Featured Products

Vestibulum urna ipsum

product

Price: $180

Detail | Add to cart

Aliquam sollicitudin

product

Price: $240

Detail | Add to cart

Pellentesque habitant

product

Price: $120

Detail | Add to cart

KISAH JODOH MENGALIR DALAM SEHARI

Misteri jodoh terkadang mirip seekor kupu-kupu yang terbang menjauh saat terus-menerus dikejar, namun disaat lain hinggap di rambutmu atau telingamu, kemudian ke hidungmu tanpa pernah kau sadari kehadirannya.

Hari ini setahun yang lalu [29-07-2019, pukul 13.06 WITA] –oleh dosen di kampus sekaligus pembimbing waktu pendidikan dokter– aku dikenalkan ke seorang wanita yang sedang dibimbing skripsi oleh beliau. Aku yang waktu itu baru saja bangun tidur mendapat pesan WA tanpa basa basi dari beliau. Langsung salam lanjut tanya kabar, didoakan semoga sehat, ditanya apa sudah punya calon, kemudian dikirim gambar seorang wanita sedang berpose dua jari. Di bawah foto tertulis: “Mau nggak saya kenalin? Namanya Dzati. Angkatan 2016. Bimbingan skripsi saya. Cantik.. pinter.. baik.” kemudian emoticon smile.

Foto selanjutnya yang dikirim adalah Dzati dan teman-temannya yang sedang konsul skripsi. “Pengen cepat nikah dia, ” kata beliau sambil tertawa. Bikin aku ikut tertawa.

Aku terpaut empat angkatan dengannya. Belum pernah ketemu sebelumnya, apalagi kenal. Foto yang dikirim itu adalah pertama kali aku mengenali wajahnya.

Entah kenapa beliau kenalkan dia padaku. Tapi sebelum aku jawab, kupastikan dulu dia asalnya dari mana, apa orang tuanya sudah memberi izin dia menikah, dan selanjutnya apa dia mau diajak ke Sulawesi. Namun, sebelumnya aku minta diberi waktu untuk bertanya ke teman-teman se-angkatannya yang kebetulan aku kenal.

Setelah mendapat banyak informasi, ternyata dia anak FSIKI, lembaga dakwah fakultas yang dulu aku pernah diamanahi jadi mas’ul-nya. Tambahan satu modal keyakinan. Dengan mengucap bismillah aku memberanikan diri menghubunginya, dengan keyakinann: kalau memang jodoh ya insyaAllah jadi, kalau tidak ya berarti memang bukan jodoh.

Pacaran bukan, tapi dibilang ta’aruf juga tidak memenuhi kriteria seperti yang selama ini aktivis dakwah mengenalnya.

Mulailah berkenalan. Aku mulai dengan salam, memperkenalkan nama dan menyampaikan alasan menghubunginya. Dia pun sama. Kemudian, hanya itu. Tidak ada lagi bahan yang bisa kami diskusikan. Tapi, entah naluri itu datang dari mana, aku memberanikan diri bertanya, “Apakah Dzati sudah punya rencana menikah dalam waktu dekat ini dan apakah sudah punya calon suami?”

Lama sekali pesan WA itu tak dibalas. Menyisakan warna biru centang dua. Sempat terlihat di layar dia sedang mengetik… tapi kemudian dibatalkan. Mengetik lagi… behenti lagi. Aku yakin dia grogi, dan aku pun sama. Hahaha.. harap-harap cemas menunggu kelanjutan diskusi. Hingga kemudian dibalasnya juga dengan pertanyaan, “Kenapa mas bertanya seperti itu?”

Panggilan mas membuat jantung berdegub kencang. Karena pertanyaan hanya dijawab pertanyaan, baiklah, saatnya menjelaskan: “Kalau sudah ada rencana menikah dalam waktu dekat ini sementara belum ada calon dan tidak sedang dekat dengan orang lain, insyaAllah saya siap menjadi calon suami Dzati.”

Jantung semakin bedegub kencang padahal tidak sedang bertatap muka.

Kali ini dijawabnya agak lebih cepat, “Saya diskusikan dengan orang tua dulu ya Mas.”

Selanjutnya demi mengurangi kecanggungan, aku minta tolong seorang perempuan sebagai mediator.

Aku kira balasannya masih menunggu besok atau beberapa hari lagi, ternyata dijawab saat itu juga lewat sahabatku. Katanya, aku diminta menghubungi langsung orang tuanya.

Hah, secepat inikah? Ssst, jangan ke-ge-er-an dulu. :)

Jadilah waktu itu memberanikan diri –dengan modal nekat– langsung menghubungi orangtuanya melaui telpon, menunggu selepas shalat magrib. Sambil memohon pada Allah diberi sedikit ketenangan. Sempat bloking setelah selesai menyapa ibunya. Terutama setelah mengenalkan diri, bingung mau ngomong apa selanjutnya. Beginilah kalau tidak dikonsep dulu sejak awal. ^^

Untunglah ibunya bisa mencairkan suasana.

Kemudian aku jelaskan bagaimana dari awal aku bisa mengenal putrinya 5 jam yang lalu. Kemudian memberanikan diri berkata, “Jika Ibu berkenan saya mohon restu hendak menjadikan Dzati sebagai istri,” kataku sambil merapatkan kedua rahang mencoba menghilangkan grogi.

Alhamdulillah.. Jawaban tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata beliau orangnya sangat welcome, bahkan memberikan banyak informasi mengenai sifat dan karakter Dzati. Aku menyimak dengan antusias. Singkatnya, ibunya merestui bahkan mengucap terima kasih. Sebuah kehormatan buatku dipercaya memegang amanah ini. Dalam hati aku berdoa, semoga aku bisa menjadi imam yang baik.

Sampai sejauh itu aku belum mengabari Ibuku di Morowali, hehe.. Untunglah jauh hari sebelum punya calon istri, ibu sudah memberi restu bila hendak menikah. Segera aku kabari beliau. Malam itu aku sampaikan dari awal kisah yang sudah aku lewati hari itu. Alhamdulillah tanggapan Ibu sangat antusias, malahan kata Ibuku, “Kalau memang sudah cocok ya nggak usah lama-lama, sekalian aja buat janjian waktu kapan mau ketemu langsung bapak-ibunya.”

Akhirnya aku telpon kembali orang tua Dzati dan aku sampaikan rencana akan ke Sukabumi –melamar. Setelah dicapai kesepakatan minggu depannya aku putuskan pesan tiket pesawat ke Solo, niatnya ketemu terlebih dahulu dengan Dzati –pertama kali– sebelum berangkat ke Sukabumi.

Aku langsung hubungi Dzati. Masih terlihat kaku dan terlalu formal percakapan kami. Aku sampaikan kalau minggu depan aku berangkat ke Solo dan –insyaAllah– kita akan bertemu di sana.

Alangkah gembiranya aku hari itu, merasa semuanya berlalu begitu cepat dan mengalir dengan mudahnya, sampai-sampai aku lupa belum tahu langsung tanggapan dari dia. Dan baru sadar saat dia kirim pesan: “Mas sudah mendapat restu dari orang tuaku, padahal Mas sendiri belum tau jawaban dari aku seperti apa.” katanya. Uppsss… %$#*@#$%^& :v

***

Itulah peristiwa sekilas, kisah sehari aku berkenalan dengan calon istriku. ^^

Aku percaya takdir: sesuatu yang sudah ditetapkan Allah menjadi jodoh kita, apapun yang awalnya terlihat rumit akan menjadi sederhana. Semua berjalan seperti air yang mengalir dengan derasnya.

***

Seminggu kemudian, saat aku berangkat ke Solo, aku tidak sempat bertemu dengan calon istriku. Dia mendadak harus berangkat ke Jawa Timur untuk penelitian skripsinya. Akhirnya rencana untuk bertemu terlebih dahulu sebelum melamar pupuslah sudah. Tapi tidak mungkin ditunda, aku sudah jauh-jauh datang dari Makassar, lamaran harus tetap berlangsung walau aku belum sempat bertemu dengannya.

Besoknya, aku berangkat ke Sukabumi bersama rombongan keluargaku. Proses lamaran dimulai. Sebenarnya ada lagi kisah unik, konyol, dan lucu. Tapi, biarlah kulanjutkan kisah itu di lain waktu. Bersambung.  


No Response to "KISAH JODOH MENGALIR DALAM SEHARI"

Posting Komentar