J O D O H
25 Oktober 2014
KISAH JODOH MENGALIR DALAM SEHARI
Misteri
jodoh terkadang mirip seekor kupu-kupu yang terbang menjauh saat terus-menerus
dikejar, namun disaat lain hinggap di rambutmu atau telingamu, kemudian ke hidungmu
tanpa pernah kau sadari kehadirannya.
Hari
ini setahun yang lalu [29-07-2019, pukul 13.06 WITA] –oleh dosen di kampus
sekaligus pembimbing waktu pendidikan dokter– aku dikenalkan ke seorang wanita
yang sedang dibimbing skripsi oleh beliau. Aku yang waktu itu baru saja bangun
tidur mendapat pesan WA tanpa basa basi dari beliau. Langsung salam lanjut tanya
kabar, didoakan semoga sehat, ditanya apa sudah punya calon, kemudian dikirim
gambar seorang wanita sedang berpose dua jari. Di bawah foto tertulis: “Mau
nggak saya kenalin? Namanya Dzati. Angkatan 2016. Bimbingan skripsi saya.
Cantik.. pinter.. baik.” kemudian emoticon smile.
Foto
selanjutnya yang dikirim adalah Dzati dan teman-temannya yang sedang konsul
skripsi. “Pengen cepat nikah dia, ” kata beliau sambil tertawa. Bikin aku ikut
tertawa.
Aku
terpaut empat angkatan dengannya. Belum pernah ketemu sebelumnya, apalagi
kenal. Foto yang dikirim itu adalah pertama kali aku mengenali wajahnya.
Entah
kenapa beliau kenalkan dia padaku. Tapi sebelum aku jawab, kupastikan dulu dia
asalnya dari mana, apa orang tuanya sudah memberi izin dia menikah, dan selanjutnya
apa dia mau diajak ke Sulawesi. Namun, sebelumnya aku minta diberi waktu untuk
bertanya ke teman-teman se-angkatannya yang kebetulan aku kenal.
Setelah
mendapat banyak informasi, ternyata dia anak FSIKI, lembaga dakwah fakultas
yang dulu aku pernah diamanahi jadi mas’ul-nya. Tambahan satu modal
keyakinan. Dengan mengucap bismillah aku memberanikan diri menghubunginya, dengan
keyakinann: kalau memang jodoh ya insyaAllah jadi, kalau tidak ya berarti
memang bukan jodoh.
Pacaran
bukan, tapi dibilang ta’aruf juga tidak memenuhi kriteria seperti yang selama
ini aktivis dakwah mengenalnya.
Mulailah
berkenalan. Aku mulai dengan salam, memperkenalkan nama dan menyampaikan alasan
menghubunginya. Dia pun sama. Kemudian, hanya itu. Tidak ada lagi bahan yang
bisa kami diskusikan. Tapi, entah naluri itu datang dari mana, aku memberanikan
diri bertanya, “Apakah Dzati sudah punya rencana menikah dalam waktu dekat ini
dan apakah sudah punya calon suami?”
Lama
sekali pesan WA itu tak dibalas. Menyisakan warna biru centang dua. Sempat
terlihat di layar dia sedang mengetik… tapi kemudian dibatalkan. Mengetik lagi…
behenti lagi. Aku yakin dia grogi, dan aku pun sama. Hahaha.. harap-harap cemas
menunggu kelanjutan diskusi. Hingga kemudian dibalasnya juga dengan pertanyaan,
“Kenapa mas bertanya seperti itu?”
Panggilan
mas membuat jantung berdegub kencang. Karena pertanyaan hanya dijawab
pertanyaan, baiklah, saatnya menjelaskan: “Kalau sudah ada rencana menikah
dalam waktu dekat ini sementara belum ada calon dan tidak sedang dekat dengan
orang lain, insyaAllah saya siap menjadi calon suami Dzati.”
Jantung
semakin bedegub kencang padahal tidak sedang bertatap muka.
Kali
ini dijawabnya agak lebih cepat, “Saya diskusikan dengan orang tua dulu ya
Mas.”
Selanjutnya
demi mengurangi kecanggungan, aku minta tolong seorang perempuan sebagai
mediator.
Aku
kira balasannya masih menunggu besok atau beberapa hari lagi, ternyata dijawab
saat itu juga lewat sahabatku. Katanya, aku diminta menghubungi langsung orang
tuanya.
Hah,
secepat inikah? Ssst, jangan ke-ge-er-an dulu. :)
Jadilah
waktu itu memberanikan diri –dengan modal nekat– langsung menghubungi orangtuanya
melaui telpon, menunggu selepas shalat magrib. Sambil memohon pada Allah diberi
sedikit ketenangan. Sempat bloking setelah selesai menyapa ibunya. Terutama
setelah mengenalkan diri, bingung mau ngomong apa selanjutnya. Beginilah kalau
tidak dikonsep dulu sejak awal. ^^
Untunglah
ibunya bisa mencairkan suasana.
Kemudian
aku jelaskan bagaimana dari awal aku bisa mengenal putrinya 5 jam yang lalu.
Kemudian memberanikan diri berkata, “Jika Ibu berkenan saya mohon restu hendak
menjadikan Dzati sebagai istri,” kataku sambil merapatkan kedua rahang mencoba
menghilangkan grogi.
Alhamdulillah..
Jawaban tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata beliau orangnya sangat welcome,
bahkan memberikan banyak informasi mengenai sifat dan karakter Dzati. Aku menyimak
dengan antusias. Singkatnya, ibunya merestui bahkan mengucap terima kasih.
Sebuah kehormatan buatku dipercaya memegang amanah ini. Dalam hati aku berdoa,
semoga aku bisa menjadi imam yang baik.
Sampai
sejauh itu aku belum mengabari Ibuku di Morowali, hehe.. Untunglah jauh hari sebelum
punya calon istri, ibu sudah memberi restu bila hendak menikah. Segera aku
kabari beliau. Malam itu aku sampaikan dari awal kisah yang sudah aku lewati
hari itu. Alhamdulillah tanggapan Ibu sangat antusias, malahan kata Ibuku,
“Kalau memang sudah cocok ya nggak usah lama-lama, sekalian aja buat janjian
waktu kapan mau ketemu langsung bapak-ibunya.”
Akhirnya
aku telpon kembali orang tua Dzati dan aku sampaikan rencana akan ke Sukabumi
–melamar. Setelah dicapai kesepakatan minggu depannya aku putuskan pesan tiket pesawat
ke Solo, niatnya ketemu terlebih dahulu dengan Dzati –pertama kali– sebelum
berangkat ke Sukabumi.
Aku
langsung hubungi Dzati. Masih terlihat kaku dan terlalu formal percakapan kami.
Aku sampaikan kalau minggu depan aku berangkat ke Solo dan –insyaAllah– kita
akan bertemu di sana.
Alangkah
gembiranya aku hari itu, merasa semuanya berlalu begitu cepat dan mengalir
dengan mudahnya, sampai-sampai aku lupa belum tahu langsung tanggapan dari dia.
Dan baru sadar saat dia kirim pesan: “Mas sudah mendapat restu dari orang tuaku,
padahal Mas sendiri belum tau jawaban dari aku seperti apa.” katanya. Uppsss…
%$#*@#$%^& :v
***
Itulah
peristiwa sekilas, kisah sehari aku berkenalan dengan calon istriku. ^^
Aku
percaya takdir: sesuatu yang sudah ditetapkan Allah menjadi jodoh kita, apapun
yang awalnya terlihat rumit akan menjadi sederhana. Semua berjalan seperti air
yang mengalir dengan derasnya.
***
Seminggu
kemudian, saat aku berangkat ke Solo, aku tidak sempat bertemu dengan calon
istriku. Dia mendadak harus berangkat ke Jawa Timur untuk penelitian skripsinya.
Akhirnya rencana untuk bertemu terlebih dahulu sebelum melamar pupuslah sudah. Tapi
tidak mungkin ditunda, aku sudah jauh-jauh datang dari Makassar, lamaran harus tetap
berlangsung walau aku belum sempat bertemu dengannya.
Besoknya,
aku berangkat ke Sukabumi bersama rombongan keluargaku. Proses lamaran dimulai.
Sebenarnya ada lagi kisah unik, konyol, dan lucu. Tapi, biarlah kulanjutkan
kisah itu di lain waktu. Bersambung.
Total kabupaten/kota di Jawa Tengah diurutkan berdasarkan luas wilayah (km2) per Juli 2020:
1. Cilacap 2.124,47
2. Grobogan 2.013,86
3. Brebes 1.902,37
4. Blora 1.804,59
5. Wonogiri 1.793,67
6. Pati 1.489,19
7. Banyumas 1.335,30
8. Kebumen 1.211,74
9. Kendal 1.118,13
10. Pemalang 1.118,03
11. Magelang 1.102,93
12. Purworejo 1.091,49
13. Jepara 1.059,25
14. Banjarnegara 1.023,73
15. Boyolali 1.008,45
16. Wonosobo 981,4
17. Semarang 950,21
18. Sragen 941,54
19. Demak 900,12
20. Rembang 887,13
21. Tegal 876,10
22. Temanggung 837,71
23. Pekalongan 837,00
24. Batang 788,65
25. Karanganyar 775,44
26. Purbalingga 677,55
27. Klaten 658,22
28. Sukoharjo 489,12
29. Kudus 425,15
30. Kota Semarang 373,78
31. Kota Salatiga 57,36
32. Kota Surakarta 46,01
33. Kota Pekalongan 45,25
34. Kota Tegal 39,68
35. Kota Magelang 16,06
NB:
-Terdapat perbedaan data antara BPS provinsi dan BPS kabupaten. Data di atas dari BPS provinsi.
-Kota Magelang adalah Dati II sekaligus kota terkecil se-Indonesia.
-Gambar dari Wikipedia.
7 TUGAS KOPERASI MENURUT TEMPAT, WAKTU DAN KEADAAN
(Pidato Radio oleh Bung Hatta pada Hari Koperasi I, 12 Juli 1951)
Kabupaten Terluas di Indonesia
Ada beberapa perbedaan antara sumber wikipedia dengan angka di BPS. Setelah ditelusuri lagi, perbedaan itu karena ada beberapa daerah yg tidak mencantumkan luas wilayah perairannya.
Berikut 3 kabupaten terluas wilayahnya se-Indonesia:
1. Merauke. Luas kabupaten ini 44.071 km2 atau setara luas wilayah provinsi Jawa Barat + Banten menjadikan kabupaten ini terluas di Indonesia. Kalau dipindah ke Pulau Jawa, tanah seluas itu bisa dibagi menjadi 30-40 kabupaten yg luas rata2 per wilayahnya antara 1-3rb km2.
2. Malinau. Ini adalah salah satu kabupaten di Kalimantan Utara. Luasnya 42.620 km2. Ini setara luas provinsi Jawa Timur minus Pulau Madura. Untuk berkunjung antar kecamatan, kadang mereka harus menempuhnya dengan pesawat terbang.
3. Kutai Timur. Masih di Pulau Kalimantan. Luas wilayah kabupaten ini adalah 35.747 km2, mengalahkan luas wilayah provinsi Jawa Tengah. Meski demikian jumlah penduduknya hanya 337rb jiwa (BPS, 2015). Sangat tidak sebanding dengan penduduk Jawa Tengah yg mencapai lebih dari 34jt jiwa. Bahkan dengan penduduk Solo yg luasnya tidak sampai 50 km2, masih kalah.
Untuk mencari data-fakta lain, silahkan teman2 telusur sendiri. :)