DOA SEMOGA DAPAT JODOH
Seorang sahabat diskusi denganku mengenai jodoh. Dia kadang berdoa kepada Allah dengan menyebut nama seseorang dalam doanya, semoga kelak menjadi jodohnya. Dan dia memintaku untuk juga menyelipkan doa untuknya ketika aku sedang berdoa. Apakah itu salah?
Kami terlibat diskusi panjang yang hangat.
Tentu berdoa seperti itu tidak salah. Hanya saja, menurut pendapatku itu adalah selemah-lemahnya doa. Kesannya, kita seperti sedang menyuruh dan memaksa Tuhan, walaupun Allah tidak melarang, bahkan menyuruh kita untuk meminta hanya kepada-Nya. Antara berdoa atau “menyuruh” memang terdapat garis batas yang sangat tipis. Dua hal yang menjadi dialektika dalam perjalanan spiritual seseorang.
Jika kita mau merenungkan, maka doa sesungguhnya memiliki stratifikasi. Aku membaginya menjadi tiga kelompok.
Pertama orang yang berdoa dengan bertransaksi. Doa sahabatku itu termasuk salah satu di dalamnya. Ada yang sedikit lebih sopan dari sekadar meminta atau “menyuruh” Tuhan, yaitu ber-nazar alias membuat janji dengan Allah akan mengerjakan suatu amalan jika doanya atau harapannya terkabul. Keduanya memiliki perbedaan mendasar, tapi dua-duanya berada dalam satu ruang yang sifatnya transaksi.
Kedua adalah orang yang berdoa secara opsional. Mereka adalah orang yang tidak memiliki permintaan secara spesifik dalam doanya, kecuali semuanya diserahkan pada Allah. Orang-orang seperti ini percaya bahwa apa yang Tuhan berikan kepadanya itulah yang terbaik untuknya. Aku termasuk yang memilih berdoa dengan cara seperti ini dalam mencari jodoh.
Qadarullah, jodoh itu justru datang sendiri kepadaku melalui perantara dosenku, setahun yang lalu. Dialah istriku kini. Sungguh, aku bersyukur dengan yang Allah berikan padaku saat ini. Dan sesungguhnyalah bahwa bersyukur itu sendiri hakikatnya adalah sebuah doa. Semakin seseorang bersyukur semakin ditambah pula nikmat dalam hidupnya (Q.14:7).
Ketiga adalah doa ma’rifatullah. Zikir ma’rifatullah. Yakni doa orang yang berpikir, bertindak dan bekerja sesuai dengan perintah Allah. Hatinya hanya dipenuhi dengan keinginan untuk selalu mengabdi kepada-Nya, dia tidak membutuhkan lagi sesuatu melalui doa. Doanya adalah menjalankan segala amal kebajikan sebanyak-banyaknya. Dengan merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta, dia sudah tidak punya keinginan dan ambisi apa pun dalam hidupnya kecuali menjadi pengabdi Allah. Orang mengenal mereka sebagai walilyullah. Orang-orang seperti ini, kalau kemudian mereka menikah, boleh jadi semata untuk memenuhi salah satu amalan sebagai yang Allah sabdakan melalui nabi-Nya: menggenapkan separuh agama.
Semua itu aku jelaskan pada sahabatku dengan tidak bermaksud merendahkan orang yang berdoa dengan cara transaksi. Karena aku pun biasa melakukan transaksi tersebut, sering malah.
Namun dalam urusan jodoh, aku punya cara tersendiri dalam berdoa, yang bisa membebaskan seseorang dari kekecewaan, yakni dengan tidak meminta kepada Allah hendak dijodohkan dengan siapa. Implikasinya adalah faktor utama kita menikah menjadi bukan “dengan siapa?”, tapi lebih “karena siapa?”. Jika menikah karena Allah dengan niat ibadah, dia tidak akan pernah ragu siapapun pasangannya, asal sama-sama mengabdi kepada Allah.
SESUATU YANG DINAMIS
Sahabatku ini seorang duda, dia sudah pernah menikah kemudian cerai karena ada masalah (tentu tidak aku ceritakan di sini masalahnya), karena itu aku tertarik untuk mengajaknya berdiskusi lebih dalam mengenai jodoh. Kami mencoba menggali sesuatu yang lebih esensi.
Orang yang sudah menikah lebih dari sekali, bahkan ada yang sampai belasan kali, apakah sesungguhnya dia sudah bertemu dengan jodohnya? Akankah kelak dia hanya bisa memilih salah satu yang akan menjadi pasangan hidup selamanya? Bila dia seorang wanita yang sudah menikah berulangkali, mungkin tiga sampai empat kali, bolehkah kelak dia memilih semua secara bersamaan? Adakah konsep jodoh dunia akhirat?
Tentu banyak orang berharap memiliki pasangan hidup yang abadi, cukup satu-satunya dan akan dia bawa sampai mati; bahkan sampai hidup lagi ---begitu kata salah satu lirik dalam lagunya Bang Haji Rhoma.
Namun, tidak semua harapan manusia berjalan sesuai dengan yang ia inginkan. Tidak semua kisah hidup dan cinta seseorang seperti kisahnya Habibie dan Ainun.
Dunia adalah panggung drama, yang tidak seorangpun dapat sepenuhnya mengendalikan.
Maka biarkanlah semua itu menjadi rahasia Allah yang kelak masing-masing kita menemukan sendiri jawabannya.
Apa artinya semua ini? Jodoh itu adalah sesuatu yang dinamis. Orang yang hari ini sudah menikah, boleh jadi pencarian jodohnya baru saja dimulai. Sangat mungkin dalam perjalanannya dua insan tersebut akan berpisah, entah karena kematian atau perceraian. Dan kita tidak pernah tahu apakah akan terisi kembali kekosongan yang ditinggalkan.
Dari penjelasan tersebut, orang bisa membangun pemahaman baru, bahwa sesungguhnya dalam mencari pasangan tidak melulu atau bahkan tidak perlu berkenalan terlebih dahulu baru kemudian menikah.
Sahabatku adalah tipe orang yang merasa aneh jika dia harus menikah dengan seseorang tanpa terlebih dahulu berkenalan atau penjajakan.
Padahal, ada banyak yg menikah dahulu baru berkenalan. Karena jodoh atau bukan, justru baru ditentukan setelah pernikahan. Jodoh atau bukan, setelah maut menjemputlah baru dapat disimpulkan.
Di antara tiga rahasia Allah, rezeki dan jodoh adalah sesuatu yang sifatnya dinamis. Kecuali kematian.
Sahabatku termangu, ada semacam wisdom baru tiba-tiba melekat dalam dirinya yang selama ini tidak pernah disadarinya.
***
Jodoh itu; bisa terasa berat kalau kita berusaha mencarinya, justru terasa lebih ringan dengan tidak mencarinya –apalagi memaksa.
Menikahlah karena Dia, bukan menikah karena dia.
No Response to "J O D O H"
Posting Komentar