Dua hari terakhir pembicaraan di lini masa ramai membahas soal Tere Liye yang konon karyanya paling diminati se-Indonesia dan paling banyak dijadikan penelitian oleh mahasiswa sastra. Pembahasan mengenainya tidak dalam rangka apresiatif, sebaliknya lebih banyak bermakna peyoratif.
Sebagai orang yang sudah mengkhatamkan bukunya sebanyak 28 judul, dan pernah jadi ketua panitia yang mengundangnya pada 2013 menjadi pembicara dalam sebuah seminar di kampus, bisalah saya memberikan sedikit komentar. Karya-karya Tere Liye tidak se-picisan dugaan sebagian orang, meskipun jelas, tidak setinggi dan sedalam karya Pram.
Karyanya, Kau Aku dan Sepucuk Angpau Merah, adalah yang paling saya minati. 5x kali saya khatamkan buku itu. Hanya ada dua buku yang pernah saya khatamkan lebih dari 2x, satunya lagi: Bumi Manusia (3x). Di satu sisi saya terinspirasi menjadi seorang pemberani seperti Minke, namun sekaligus ingin menjadi seorang Borno, pemuda berhati lurus di sepanjang tepi Kapuas.
Daya tarik karya Tere Liye adalah kekuatannya dalam memegang prinsip. Prinsip yang sangat dia sesuaikan dengan target pembacanya. Dua contoh saja. Tere Liye tidak menulis karya yang di dalamnya ada adegan merokok, dan tidak kita temukan adegan pasangan yang berciuman, apalagi berhubungan seksual. Kekuatannya dalam membangun karakter anak muda layak diapresiasi.
Novel "Janji" dan "Teruslah Bodoh Jangan Pintar" adalah buku ke-29 dan ke-30 yang tidak berhasil saya khatamkan. Sejak itu saya mulai sadar, bacaan saya sudah beranjak naik. Saya sudah tidak mengonsumsi lagi buku-buku Tere Liye, walaupun saya tetap beli buku-buku terbarunya. Niatnya untuk menjadi salah satu bacaan alternatif buat anak-anak saya kelak.
Jujur, saya tidak tahu apakah karya-karya Tere Liye itu masuk kategori sastra, biarlah mereka yang di jurusan tersebut yang memberikan penilaian. Yang pasti ada alasan kuat jika ada orang bertanya kepada saya, kenapa buku-bukunya diminati banyak orang.
TERE LIYE



Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "TERE LIYE"
Posting Komentar