Lini masa diramaikan oleh warganet terkait penerbit yang berkantor pusat di Bandung itu dan afiliasinya terhadap Syiah.
Ini bukanlah isu baru. Ia sudah ada sejak 2013 kala Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan buku mengenai penyimpangan Syiah di Indonesia. Saya masih ingat, saya mendapat buku itu waktu menghadiri pengajian akbar di Masjid Agung Surakarta dua belas tahun silam. Buku kecil itu dibagikan gratis ke jemaah yang hadir. Dalam buku itu memang ada dicantumkan bahwa Penerbit Mizan adalah salah satu penerbit yang terafiliasi Syiah.
Sebenarnya pemicu utama ramainya (kembali) isu ini adalah tautan Mizan di platform Threads baru-baru ini atas salah satu buku terbitan barunya berjudul: Lelaki Sunni di Kota Syiah. Saya tidak bisa berkomentar terkait buku yang belum saya baca. Tulisan ini murni ingin menanggapi komentar beberapa orang yang menolak untuk membaca (terlebih mengoleksi) buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit ini tersebab label afiliasi tersebut.
Menurut saya penolakan seperti di atas adalah bentuk lain dari kemunduran literasi. Ini bukan persoalan pro atau anti Syiah. Ini murni kepada keterbukaan terhadap ilmu.
Kemajuan peradaban Islam pada zaman Abbasiyah justru karena sifat terbukanya terhadap ilmu, termasuk yang datang dari negeri pagan seperti Yunani Kuno. Tentu pembacaan dengan kritis sangat diperlukan.
Buku-buku terbitan Mizan (terlebih yang lama), sangat membuka wawasan. Anda tidak mungkin menjadi Syiah karena membaca bukunya Emha Ainun Nadjib, Kuntowijoyo, sampai Syed Naquib Al-Attas, misal. Ini hanya tiga nama yang kebetulan melintas di kepala saat disebut nama Penerbit Mizan. Masih banyak nama lain yang bisa saya buatkan daftarnya (termasuk buku-buku hasil terjemahan). Karya-karya mereka sungguh menjadi pencerahan buat saya. Buku-buku yang saya sebutkan ini, bahkan admin Mizan pembuat tautan itu sendiri belum tentu sudah membaca semua.
Saya tidak tahu buku Mizan apa saja yang sudah Anda baca sampai menolak total penerbit satu ini. Bagi saya, sikap proporsional adalah yang paling utama. Jika Anda sudah membaca puluhan apalagi ratusan bukunya yang sudah diterbitkan, mungkin tidak akan ada penolakan ekstrem seperti itu.
Kita wajib eksklusif dalam hal akidah, tapi tetap inklusif dalam ilmu dan pengetahun.
No Response to "PENERBIT MIZAN"
Posting Komentar