Masih lekat dalam ingatan saat masih kanak-kanak, setiap kali ibu mengajak
jalan2 ke pasar atau pertokoan untuk berbelanja. Ingat sekali. Ah, namanya juga
anak2, kalau melihat sesuatu yg menurutnya bagus pasti langsung minta, dan
kalau tidak dikabulkan permintaan itu, ngambek, nangis, bahkan ngamuk, adalah
senjata ampuhnya.
Tapi adakalanya ibu memang hebat mengantisipasi kejadian itu, ketika sy
menunjukkan tanda2 akan tertarik pada sesuatu
(benda atau permainan yg mahal misalnya), cepat2 ibu mengalihkan perhatian sy
dengan mencomot tema lain, menunjukkan sesuatu, mengajak berbicara, menanyakan sesuatu,
atau biasa bilang; eh, bapak sudah pulang kerja dan dia bawa ole2 –misalnya.
Sekarang sy baru sadar bahwa itulah memang cara terbaik yg digunakan ibu untuk
mengalihkan perhatian anaknya dari keinginan2 sesaat. Kalau cara ini tidak
berhasil dan sampai di rmh sy malah ngamuk, cubitan di paha adalah pilihan
terakhir. Tidak ada pilihan lain, ini adalah jurus yg paling ampuh.
Nah, setelah bertahun-tahun merasakan hidup –kalau tidak bisa dikatakan
dewasa: ternyata, manusia (dalam hal ini kadang sy sendiri) masih sering juga
mengalami hal seperti itu; mempunyai suatu keinginan, begitu kuatnya keinginan
itu untuk segera terwujud tanpa mempedulikan lagi nasehat2 orang di sekitar sy,
tanpa mempertimbangankan lagi baik-buruknya, kadang sy tetap memaksakan keinginan
tersebut. Bahkan, bila memang harus melanggar larangan maka tak apalah.
Ehm, kawan, ternyata kita kadang tidak ada bedanya dengan anak kecil yg
masih ingusan. Minta sesuatu tapi memaksa bahkan menuntut jika tidak
dikabulkan. Padahal semua itu hanyalah semu; keindahan yg menyilaukan, kadang
membuat orang terlena, dan pada akhirnya penyesalan juga di belakang.
Sayangnya, tidak ada lagi ibu yg pintar mengalihkan perhatian jika dalam hidup
ini kadang kita dilanda keinginan2 sesaat itu (hawa nafsu). Yang bisa
mengalihkan keinginan2 itu ya hanya diri kita sendiri. Mata hati kitalah yg
menjadi "ibu" itu.
Oh, Tuhan, maafkan kami yg kadang masih seperti kanak2 ini.
Si Ibu yg pintar mengalihkan perhatian.
Incest
Setelah LGBT legal di beberapa Negara, ternyata memicu untuk pelegalan
hubungan cinta yg lain: Incest. Silahkan browsing sendiri di internet
untuk mengetahui definisi lengkapnya. Ini menjadi pembicaraan yg hangat
pemerintah Jerman beberapa minggu lalu, apa pelaku incest ini akan mendapat
pengakuan Negara. Bagaimana nanti hasilnya? Kita tunggu saja. Ada beberapa
Negara yg memang sejak dulu sudah melegalkan. Alasan yg melatarbelakangi
pelegalan: mengurangi kejahatan kriminalitas, mengurangi angka kecacatan bayi
lahir, menjaga dinasti (kalau dia dari kalangan bangsawan), dan tentu saja;
karena tertarik atas dasar cinta.
Mungkin beginilah ketika nikmat ‘malu’ sudah dicabut dalam hidup seseorang. Sy
tidak bermaksud menghakimi, hanya ingin mengambil sikap: apakah memang kita membutuhkan
otak yg jenius, IQ di atas rata2, hanya untuk membenarkan perilaku yg
sesungguhnya menjijikkan dan di luar batas toleran? Tidak. Kita masih punya
hati nurani. Beginikah HAM di barat mengajarkan? Kebebasan yang
sebebas-bebasnya. Jika iya, maka kelak kau akan dapatkan; “Woi.. Berzina di
tempat umum sekarang tidak boleh dilarang, ini adalah HAM!”
Ehm, mungkin postingan kali ini bernada temperamental. Tak apalah. Jadikan saja
ini bahan renungan. Karena sejatinya sy menghimbau diri sy sendiri dan teman2; kalau
kita tidak bisa berada di garda depan menjadi orang yg menolak sebuah pelegalan
yg intoleran, minimal berada di belakang memberikan dukungan. Bukan sebaliknya,
setuju2 aja dilegalkan dengan dalih HAM. Sejatinya itu menentang prinsip hidup
kita, apalagi yg mengaku Islam.
Dilema Prinsip
Adik-adik sekalian,
ada sebuah pertanyaan dilema dan sulit dari kakak kalian seperti ini; kalau
kita sudah memegang prinsip tdk berpacaran, menjaga diri sampai semuanya siap,
tapi bagaimana kalau ternyata ketika menikah kita dipertemukan dengan pasangan
yg mengecewakan, bahkan sering (maaf) menjamah/dijamah orang?
***
Duh, galau memang begitu dekat sekali dengan kehidupan remaja. Kalau yg pacaran
atau lagi kasmaran sj bisa dibuat galau jika sehari saja tidak sms’an, tanya
kabar, kepoin statusnya, takut diduakan, dll, maka pertanyaan kakak ini adalah
galau lain bagi mereka yg memegang prinsip hidup sebaliknya (yg harusnya tdk wajib
sampai sejauh itu kepikirannya). Baiklah, jika kau sendiri sempat berpikir
demikian, maka dengarlah ini wahai adikku, supaya dalam hidup ini kita selalu
bisa mengambil hikmah dan pelajaran:
Ketika kita memilih untuk tidak berpacaran (bukan karena jones), tp memegang
prinsip hidup lain dari kebanyakan remaja sekarang, maka tidak otomatis jodoh
kita adalah orang yg memegang prinsip hidup sama persis. Boleh jadi memang kita
harus disandingkan dengan orang yg pernah punya prinsip berseberangan. Hal itu
bisa sj terjadi. Namun satu hal yang pasti; sampai kapan pun Tuhan tidak pernah
keliru menukar jodoh seseorang. Pegang teguh keyakinan ini. Itu adalah janji yg
pasti, tertulis jelas dalam kitab suci. Nah, dengan memegang keyakinan ini,
ketahuilah bahwa kita tidak sedang berjudi dengan prinsip hidup yg kita pegang,
kita jalani.
Prinsip hidup adalah pilihan, jika memang harus dibenturkan dengan prinsip
hidup yg lain, maka bercerminlah pada diri sendiri: siapa yg memenangkan siapa.
Mungkin demikian.
Seperti Sakaratul Maut
‘Hipotesis’ Lingkungan dan Tujuan Kebaikan.