Mungkin banyak warganet yang tidak sadar, bahwa keributan kita di media sosial terkait polemik salafi vis a vis non-salafi itu, banyak diproduksi dan sebagian difabrikasi oleh satu akun YouTube dengan jutaan subscriber bernama: Herri Pras.
Akun ini menjadi semacam mahkamah penghakiman terhadap aktivitas dakwah yang berbeda afiliasi. Paling heboh tentu saja reaksinya terhadap terhadap Ustadz Adi Hidayat (bukan hanya sekali). Termasuk menyerang orang-orang yang membela beliau. Yang terbaru adalah reaksinya Ustadz Felix Siauw. Hampir semua kontennya berisi reaksi, bahkan kosakata Fir'aun yang pernah dilontarkan Cak Nun untuk Jokowi, juga tidak lepas dari reaksinya.
Yang pula sempat viral (dalam makna positif) adalah reaksinya terhadap ceramah Kiyai Marzuqi.
https://youtu.be/VYR0ciSCfXY?si=46Cc5VWhkKOLuoEB
Judul videonya (sangat bombastis dan berpotensi memecah belah kerukunan antar jama'ah dan harakahnya): Ceramah Kyai Marzuki Mustamar Ini Akan Buat Seluruh Aswaja Kelonjotan.?! (judul yang justru tidak akan pernah kita temui dalam seluruh video di akun resmi ustadz salafi yang menjadi guru dari Herri Pras sendiri).
Arkian, dalam video klarifikasinya, Kiyai Marzuqi justru menganggap reaksi video itu sebagai framing, dan beliau tetap sebagai seorang warga NU.
https://youtu.be/LzS-eTW_uRs?si=lQLfAjY2CiWE3dwU
Kita tahu bahwa Herri Pras adalah seorang pesilat asal Jember yang hijrah menjadi seorang jamaah dakwah sunnah. Melihat akunnya yang hampir setiap hari rilis video baru, kita bisa menebak bahwa aktivitasnya memang seorang kreator digital (Dalam 5 tahun video di akunnya sudah mencapai lebih dari 1300).
Tiga hari yang lalu rilis video di akun YouTube Ustadz Khalid Basalamah
https://youtu.be/yPxXTrhOqFU?si=CA3UV9i1tvY3lpk1
Dari wawancara beliau dengan Herri Pras kita jadi tahu bahwa ia termasuk generasi milenial (usianya 32 tahun), seorang kreator digital independen yang tidak menggunakan tim dalam kreasi videonya, dan baru dua tahun ini mengenal dakwah sunnah (2022). Dalam waktu sesingkat itu, ia sudah mendapat julukan sebagai pesilat anti-khurafat dari Ustadz Khalid. Julukan yang baik tentunya, semoga ia bisa istiqomah. Dalam riwayat hijrah semuda itu, kita tidak bisa berharap banyak bahwa ia akan menganut prinsip kebijaksanaan dakwah Islam (meminjam kalimat dari judul buku Buya Hamka).
Di akhir wawancara, Ustadz Khalid Basalamah memberikan masukan untuk dia agar dalam menggunakan media sosial lebih hati-hati dan tidak melampui batas, seperti berbicara di luar kapasitas ilmunya.
Kalau Anda menonton wawancara itu sampai selesai, terlihat satu ketidakjujuran dia dalam membangun argumen melalui konten reaksinya. Seperti ketika ia mengatakan bahwa sebelum memberikan komentar ia menonton video aslinya dulu secara full, baru ditarik benang merahnya. Padahal dalam kasus Ustadz Adi Hidayat, yang terjadi tidaklah demikian. Untuk hal ini, Fuadbakh sudah membuat konten kontra narasi:
https://youtu.be/5IrRi7LDHwU?si=a56kJyfsUvDuVPqP
Tentu bukan hanya Harri Pras yang punya fenotipe konten seperti ini, dari kelompok atau harakah manapun sosok-sosok seperti ia selalu ada. Hanya saja saya memang sengaja menjadikan ia sebagai role model untuk tulisan ini.
Saya menulis panjang lebar semua ini bukan untuk mengajak Anda membenci seorang Herri Pras, yang baru saja hijrah. Melainkan ingin menegaskan apa yang sudah saya tulis beberapa jam yang lalu terkait penting prinsip kebijaksanaan dalam dakwah.
https://www.facebook.com/share/p/5f9N5UqH9y2qeyA6/
Sebaliknya, kebijaksanaan itu juga penting buat kita sebagai objek dakwah agar tidak mudah terprovokasi oleh sebuah judul konten yang bombastis. Sebab, di zaman konten kreator menjadi subyek dari kapital, yang untung adalah mereka yang videonya viral. Sementara yang rugi adalah kita, yang tidak dapat apa-apa, kecuali justru semakin merenggangnya ukhuwah.
Iwan Mariono
No Response to "HERRI PRAS, FENOMENA KONTEN REAKSI, DAN PENTINGNYA PRINSIP KEBIJAKSANAAN DAKWAH ISLAM"
Posting Komentar