Featured Products

Vestibulum urna ipsum

product

Price: $180

Detail | Add to cart

Aliquam sollicitudin

product

Price: $240

Detail | Add to cart

Pellentesque habitant

product

Price: $120

Detail | Add to cart

SYAIR “LAUTAN JILBAB” DAN PEMBERONTAKAN TERHADAP BUDAYA MAPAN

SYAIR “LAUTAN JILBAB” DAN PEMBERONTAKAN TERHADAP BUDAYA MAPAN

Iwan Mariono

Syair Lautan Jilbab yang digubah pada 1987 adalah semacam mimpi Cak Nun muda (baby boomers generation) untuk masa depan muslimah Indonesia. Syair itu ditulis ketika beliau masih berusia 33 menjelang 34 tahun. Generasi (X) muda yang lahir di era 60-70an pasti merasakan zaman di mana penggunaan jilbab di ruang publik mengalami represi. Dua tahun kemudian (1989) syair itu dibukukan, dan dua tahun kemudian (1991) peraturan pelarangan penggunaan jilbab di sekolah negeri dihapuskan. 

Setelah dihapuskan, tidak otomatis siswi sekolah berbondong-bondong mengenakan jilbab. Bahkan saya sebagai generasi milenial (Gen Y) yang lahir di era 80-90an, sampai lulus SD, tidak melihat satu pun siswi di sekolah saya yang memakai jilbab. Baru ketika saya masuk SMA mulai banyak yang mengenakan jilbab, itu pun masih lebih banyak yang tidak. Bahkan di kelas saya waktu itu, yang saya ingat, hanya ada dua siswi yang mengenakannya. 

Bandingkan dengan hari-hari ini (tiga dekade sejak larangan tersebut dicabut), betapa keadaan berbalik. Hanya segelintir muslimah yang tidak mengenakan jilbab. Begitu pula muslimah yang menjadi pegawai negeri, sangat berkebalikan dengan generasi yang hidup di era 80-90an. Namun demikian, tiga puluh tahun belumlah bisa dikatakan lama untuk membentuk budaya mapan bila dibandingkan ratusan tahun penduduk muslimah (di negeri ini) asing dengan selembar kain itu. 

Maka hari ini, bisa kita katakan dengan tegas bahwa penggunaan jilbab di ruang publik bagi seorang muslimah di Indonesia adalah bagian dari budaya mapan. Bila kondisi budaya yang tampak mapan itu tiba-tiba mengalami perubahan, kita menyebutnya sebagai gegar budaya (shock culture). 

Kembali ke syair Lautan Jilbab. Jika penggunaan jilbab bagi seorang muslimah saat ini sudah menjadi budaya mapan, saya tidak mengatakan itu sebagai jasa tunggal Cak Nun, tapi sudah jelas beliau ambil peran dalam gerakan pencerahan. Bila kemudian hari-hari ini, secara insinuasi, kita dapati ada tokoh (muslim!) yang tidak memperkenankan pemakaian jilbab, sekalipun hanya sebatas di ruang (publik) upacara bendera, sebenarnya ia termasuk kategori aktor yang ikut terlibat dalam apa yang kita sebut sebagai: pemberontokan-terhadap-budaya-mapan. 

Demikianlah yang terjadi, disadari atau tidak oleh yang bersangkutan. 

NB: Bagi yang ingin mendengarkan syair-nya langsung, bisa buka di kanal YouTube CakNun(dot)com dengan kata kunci Puisi Lautan Jilbab.

No Response to "SYAIR “LAUTAN JILBAB” DAN PEMBERONTAKAN TERHADAP BUDAYA MAPAN"

Posting Komentar