Setelah membaca dan mengenali tipe-tipe oligarki, saya langsung teringat guyonan Cak Nun yg sering beliau sampaikan berulang kali di beberapa acara Maiyah --termasuk yg pernah sy ikuti.
Ceritanya Gus Dur bertemu Pak Harto setelah keduanya wafat. Pak Harto bertanya kepada Gus Dur, "Opo bener arek-arek jare kangen zamanku (apa benar anak-anak katanya rindu zamanku)?"
"Ooh, nggih noh Pak, leres. Sampeyan niku pancen top kok (Ooh iya dong Pak. Betul. Bapak ini memang top pokoknya)," seloroh Gus Dur, membuat Pak Harto jadi sumringah.
"Kok iso, piye ceritane (Kok bisa, bagaimana ceritanya)?"
"Yo nggih noh Pak. Riyen niku Suharto-ne mung setunggal. Nek saiki Suharto-ne katah tenan (Yaiya dong Pak. Dulu itu Suharto-nya cuma satu. Kalau sekarang ini Suharto-nya banyak sekali."
***
Saya kok yakin Cak Nun sangat paham teori dan klasifikasi oligarki. Lelucon yang dibawakan Cak Nun itu sesungguhnya sangat akademis. Sejalan dengan tipe-tipe oligarki yang dipaparkan Jeffrey Winters dalam buku ini.
Paska runtuhnya rezim Orde Baru, kita beranjak dari sistem otoriter menuju demokrasi, yang disambut dengan gegap gempita. Namun yang tidak banyak sadari orang-orang, sebagai diungkap oleh Winters:
"Akhir kekuasaan otoriter di Filipina pada 1980-an dan di Indonesia pada 1990-an banyak dielu-elukan sebagai transisi menuju demokrasi. Namun studi ini mengungkap dengan jelas bahwa ada satu lagi transisi penting yang terjadi --dari oligarki relatif jinak di bawah dominasi sultanistik ke oligarki liar di bawah pemerintahan demokratis yang tak punya kemampuan untuk mengendalikan para oligark." (Hlm. 55).
No Response to "SELOROH GUS DUR"
Posting Komentar