Pikun bukanlah penyakit, tapi ia bisa menjadi gejala dari suatu penyakit. Menurut sebuah penelitian, 1 dari 14 orang di dunia yg berusia 65 tahun ke atas mengalami kepikunan, sedang yg di atas 85 tahun jumlahnya lebih banyak lagi, yakni 1 dari 8 orang. Ada orang yg menjadi pikun karena penyakit, misal stroke, atau bisa karena suatu kecelakaan yg menyebabkan benturan di kepala, itu bisa terjadi pada usia yg jauh lebih muda. Namun yg paling sering adalah pikun karena usia, faktor degeratif.
Jamaah shalat shubuh yg dimuliakan Allah,
Di dalam otak manusia yg Allah anugerahkan ke kita ini, ada serabut saraf yg dalam bahasa medis disebut "myelin", dia kita ibaratkan kabel listrik, semakin banyak dan bercabang, semakin banyak pula ia mengalirkan listrik. Namun seiring bertambahnya usia, ditambah misal ada penyakit fisik, maka fungsi dari “kabel listrik” yg ada dalam otak kita itu akan semakin berkurang, bahkan ia bisa mengalami kerusakan dan kamatian. Padahal, beberapa lokasi di dalam otak manusia itu ada fungsinya masing2. Ada yg berfungsi sebagai memori jangka pendek, ada memori jangka panjang, bahkan ada jg lokasi yg khusus menyimpan pembendaharaan kata.
Bapak ibu sekalian, saya bisa bicara sebagaimana sekarang, itu karena fungsi-fungsi tersebut berjalan dengan baik. Mari kita bayangkan, apa yg terjadi jika “kabel listrik” itu banyak yg mengalami kerusakan?
Jamaah yg dimuliakan Allah,
Sampai saat ini, tidak ada obat untuk mengobati pikun. Kalau bapak-ibu sekalian mencari dokter yg bisa meresepkan obat untuk menghilangkan kepikunan, maka obatnya belum ada. Namun sesungguhnyalah, kita bisa mencegahnya atau kita bisa melawan kepikunan itu, sekurang-kurangnya dengan tiga hal: menjalin silaturahim, mengikuti kajian rutin, dan membaca.
Pertama, menjalin silaturahim, selain ia untuk memanjangkan umur (hadis), ada banyak sekali proses yg terjadi hanya dengan bapak-ibu berkunjung untuk ke rumah kawan lama misal untuk silaturahmi. Dalam perjalanan, bapak-ibu akan melewati perkampungan, rumah-rumah, jalan-jalan dengan berbagai tikungan, yg secara tidak langsung terjadi proses mengingat-ingat kembali kenangan lama. Ini terlihat sepele, namun sesungguhnya terjadi proses memanggil atau “recall” terhadap memori jangka panjang kita.
Kedua, mengikuti kajian, ini-pun kajian, bapak-ibu mendengar sy berbicara, mendapat informasi baru, terjadi interaksi, bahkan termasuk sy yg sedang berbicara, sesungguhnya kita sedang melibatkan berbagai fungsi yg ada di dalam otak kita dalam satu waktu, bayangkan jika fungsi bahasa sy terganggu, maka bapak ibu tidaklah bisa mendegarkan kosakata yg mengalir begitu saja dari diri ini, bukan hanya kosakata tapi juga memori jangka panjang, karena apa yg sy ucapkan adalah hasil dari apa yg dulu-dulu sy baca, dengarkan, dan pelajari. Demikian sebaliknya, bapak-ibu yg mendengar, bayangkan jika fungsi2 luhur dalam otak kita terganggu, maka informasi yg sy sampaikan ini tidak akan bisa dicerna dengan baik.
Ketiga, membaca, apa saja yg bapak-ibu baca akan sangat bermanfaat, baca koran, baca TTS dan mengerjakannya, baca buku entah biografi atau motivasi, itu semua bermanfaat, karena bapak-ibu secara tidak langsung terlibat diskusi dengan penyusunnya. Kita ambil contoh biografi saja, Buya Hamka misalnya, ketika menuliskan suatu peristiwa ini-itu, di waktu sekian2, maka bapak-ibu jg terbawa untuk mengingat kembali dengan waktu yg sedang disinggung, “Oh, waktu itu sy masih kecil”, “Oh tahun itu sy melahirkan anak pertama”, dll, dst. Itu baru satu manfaat, belum manfaat lain missal istilah2 baru yg bapak-ibu dapatkan, dan masih banyak lagi.
Lebih-lebih, jika bapak-ibu sekalian, membaca kitabullah, maka bapak-ibu sesungguhnya sedang berdialog dengan Allah. Malah jika disertai dengan terjemah dan tafsirnya, akan lebih banyak lagi kosa-kata, peristiwa, asbab, dan hikmah bisa kita dapatkan. Apalagi di Muhammadiyah sendiri ada banyak kitab2, ada Tafsir At-tanwir, ada tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, dan lain-lain.
Jamaah shalat shubuh yg dimuliakan Allah,
Cukup sekian yg dapat sy sampaikan. Dari pembahasan kita kali ini sy hanya ingin menegaskan: tidak ada alasan untuk bersedih karena sudah pensiun kemudian menghadapi usia lanjut, bahkan harus menyambutnya dengan suka-cita, penuh kebahagiaan, karena akan banyak waktu untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Karena bapak-ibu sekalian, banyak orang yg lupa dari mengingat Allah justru karena dilalaikan oleh pekerjaannya, sy pun berpotensi untuk ke arah sana.
***
Demikian ringkasan materi kultum (kuliah tujuhbelas menit) mengenai “Pikun”. Dua pekan sekali selama dua bulan terakhir sy diberi jadwal oleh takmir Masjid Ridha Muhammadiyah, mengisi ceramah shubuh dengan tema khusus: Islam dan kesehatan. Adapun “Pikun” adalah tema khusus yg diminta mereka. Dengan bahasa yg sederhana saya coba jelaskan kepada jamaah, yg hampir seluruhnya lansia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "PIKUN"
Posting Komentar