Featured Products

Vestibulum urna ipsum

product

Price: $180

Detail | Add to cart

Aliquam sollicitudin

product

Price: $240

Detail | Add to cart

Pellentesque habitant

product

Price: $120

Detail | Add to cart

SIRAH NABAWI

Bacalah sirah nabawi untuk menanamkan rasa cinta yang dalam kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. 

Di bulan maulid ini saya ingin merekomendasikan buku sirah. Saya punya koleksi beberapa, tapi yang saya khatamkan berulang kali adalah karya Abu Bakr Siraj al-Din (nama mualaf dari seorang filsuf dan sastrawan dari Inggris, Martin Lings dari Oxford University). Tiga kali saya baca, tiga kali pula saya dibuatnya menangis. Memang beda sirah yang ditulis oleh "hanya" sejarawan dibanding sejarawan yang sekaligus sastrawan. 

Dua peristiwa yang paling saya kenang dari buku ini saat dengan epik Lings mengisahkan Nabi yang terbersit niat untuk membalas dendam kematian Hamzah (pamannya) dalam perang Uhud dengan wajahnya tercabik-cabik dan jantungnya hilang, beliau diingatkan oleh Allah melalui firman:

"Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." [Q. An-Nahl: 126]

Yang kedua saat bunda Aisyah ra. menghadapi fitnah dituduh berselingkuh dengan Safwan bin al-Muattal dalam peristiwa hilangnya kalung di padang pasir. Fitnah yang membuatnya harus pulang ke rumah ayahnya (Abu Bakar). Hanya Allah yang mampu membebaskannya dari tuduhan keji itu. Dan betapa bahagianya beliau saat Nabi memberitahu Abu Bakar bahwa firman yang membebaskannya dari tuduhan itu benar-benar turun. 

Yang bikin saya menangis, adalah saat Abu Bakar meminta Aisyah ra. untuk mengucapkan terima kasih ke Nabi, namun beliau menolak dan memilih untuk hanya berterima kasih kepada Allah. Martin Lings, dengan bahasa sastra yang sangat lembut menggambarkan, betapa Nabi berusaha untuk tidak terhasut oleh desas-desus tersebut, namun sekaligus tak punya kuasa untuk membuktikannya secara nyata. 

Tanpa firman Allah, apa jadinya sejarah ummul mu'minin kita hari ini?

SALAH KAPRAH MEMAKNAI KESEDERHANAAN

Dalam hal teladan kesederhanaan, kita tidak kekurangan figur nasional. Ada banyak, tapi saya hanya akan mengambil tiga sosok yang kebetulan saya baca karya dari buah pemikirannya. Ambil contoh dari (1) Hadji Agus Salim, (2) Mohammad Hatta, dan (3) Mohammad Natsir. 


Sekelas menlu bahkan rumah masih harus ngontrak, pindah dari satu rumah ke rumah lain. Tidak minder dengan identitas pakaiannya, dan jenggotnya yang disamakan dengan kambing. "Tidak ada yang salah dengan pakaian necis, tapi pikiran kita juga harus jauh lebih necis", ungkapan yang sangat tepat bila kita sematkan ke sosoknya (1). 

Wapres yang sampai meninggal dunia tak mampu membeli sepatu bally. Setelah melepas jabatan sebagai Wapres, ia menolak tawaran banyak perusahaan untuk menjadi komisaris, baik perusahaan milik negara, swasta, bahkan asing dengan gaji sangat tinggi. Semua dilakukan demi menjaga marwahnya sebagai seorang negarawan yang telah matang dalam hal politik. Ia jelas tahu apa yang diinginkan oleh perusahaan-perusahaan itu, apalagi ia sendiri pernah menjadi sosok yang paling kritis terhadap kebijakan kapitalisme di era kolonial yang dianggapnya menindas rakyat kecil (2). 

Lihatlah penampilan mantan perdana menteri itu, ia tidak minder dengan pakaiannya yang lusuh, jasnya yang hasil tambalan. Bahkan Sukarno sampai prihatin melihatnya. Apa sebab yang membuat ia mampu bertahan dengan kesederhanaan? Sebanya pemikirannya yang otentik dan cemerlang. Pikiran yang cemerlang membuat kesederhanaan bukan lagi sebagai suatu pencitraan, apalagi tipuan. Maka, necis atau tak necisnya penampilan bukan lagi suatu barang yang mewah. Naik sepeda ontel ke kantor sebagai hal yang biasa dilakoninya. Selepas menjadi pejabat pun ia masih konsisten dengan penampilannya, di kemudian hari bahkan menolak hadiah mobil mewah dari Raja Arab (3). 

***

Mereka bertiga, dengan segala cerita kesederhanaan hidup yang melekat kepadanya, tidak akan mempunyai legasi apa-apa jika hanya kesederhanaan penampilan itu yang ditinggalkan. Bahkan mungkin decak kagum timbul hanya saat membaca tulisan ini, untuk kemudian dilupakan. Sama seperti membaca berita-berita yang sedang santer beredar. 

Yang membuat mereka otentik dengan kesederhanaannya, adalah pikirannya. Sayangnya pikiran ini tidak bisa hanya diceritakan oleh orang lain untuk kemudian menginspirasi banyak orang. Kita bisa benar-benar menyerap dan bahkan menghidupkan kembali keteladanan yang sudah mati itu, hanya jika kita membaca karya-karya yang ditinggalkan oleh mereka. 

Bacalah karya-karya mereka, untuk membentuk kesederhanaan yang benar-benar otentik. Seperti suluh di tengah kegelapan, menerangi namun tak sampai membuat silau yang memandang. []