Buku tipis dan langka ini, hanya 215+vii halaman, berisi wawancara Dr. Z. Yasni bersama dosen beliau, Bung Hatta, tahun 1978.
Terdiri dari lima bab. Namun setengah dari isi buku ini dihabiskan hanya untuk bab 1 saja, yakni tanya-jawab seputar PKI.
Bung Hatta, Negarawan pembaca karya-karya Marx, namun sekaligus tokoh yang sangat anti-PKI itu, memberikan jawabannya secara mengalir saat proses wawancara. Kadang singkat, namun lebih banyak panjang-lebar saat menjawab pertanyaan dan menjelaskannya secara detail.
Saya akan membuat ringkasan random, ada beberapa poin penting yang disampaikan Bung Hatta dalam buku ini:
1. Perbedaan mendasar antara Marx sebagai pencetus ide komunis, dan Lenin (dilanjutkan Stalin) sebagai pelaksana pertama dari ide tersebut adalah pada cara pelaksanaannya. Marx menginginkan prosesnya berjalan secara evolusi, sementara Lenin menghendaki jalan revolusi.
Demikian jawaban Bung Hatta: "Menurut Marx, masyarakat lama tidak akan rubuh dan masyarakat baru akan tumbuh, sebelum pusat-pusat produksi yang mendukungnya berkembang seluas-luasnya. Jadi, pendek kata prosesnya adalah dinamis, tetapi bukan revolusioner, hanya adalah evolusioner, dalam arti harus berkembang dengan baik lebih dulu. Ini ditentang oleh Lenin. Pahamnya menyatakan, bila saja ada kesempatan, rebut kekuasaan. Marx menghendaki perkembangan kapitalisme dan ekspansi produksi terus menerus yang nantinya akan menyebabkan verelendung dan kemiskinan itulah yang memungkinkan saat yang matang untuk perebutan kekuasaan itu dapat dilakukan." (Hlm. 77-78)
"Saya hantam dengan tajam bagaimana komunis yang dipraktekkan sekarang bertentangan dengan Marx-Engels." (Hlm. 15)
2. Tidak ada pernyataan Bung Hatta yang tegas apakah sebaiknya komunisme dilarang di Indonesia, tapi menurut beliau yang terpenting bukanlah pelarangannya, melainkan bagaimana sebuah negara mampu mensejahterakan rakyatnya. Kalau rakyat sudah makmur hidupnya, komunis tidak akan bangkit di negara tersebut.
"Dilarang atau tidak, yang terpenting adalah menghilangkan alasan-alasan serta keadaan yang memungkinkan timbulnya komunis kembali. Kemiskinan yang sangat besar, perbedaan antara si kaya dan si miskin yang menyolok sekarang masih ada dan akan senantiasa menjadi bahan yang ampuh bagi gerakan komunis baik secara nyata dan terbuka maupun secara diam-diam di bawah tanah. Selama ini ada, PKI akan senantiasa pula mengajarkan pengikut-pengikutnya begitu rupa sehingga menjadi fanatik. Makin hebat perbedaan itu, semakin tebal kefanatikan itu bisa ditanamkan komunis kepada penyokong-penyokongnya." (Hlm. 85)
"Makin cepat kita meningkatkan kemakmuran dan meratakan kemakmuran itu makin tidak mungkin mereka mempengaruhi rakyat kembali. Di saat itu walaupun mereka dilepaskan kembali ke masyarakat, tidak akan berbahaya lagi. Ringkasnya pertanyaan itu harus dijawab oleh generasi yang sekarang dan yang akan datang, sehingga tidak usah ditakutkan lagi akan berbahaya." (Hlm. 5).
"Dalam berbagai kesan saya, negara-negara komunis yang tidak terlalu doktriner dalam pembangunan ekonomi dalam arti menggunakan juga unsur-unsur mekanisme harga, nampak lebih maju di bidang ekonomi seperti Yugoslavia. Dengan kata lain semakin jauh dia dari ajaran asli Stalinisme, semakin maju dia di bidang ekonomi." (Hlm. 6)
3. Fakta sejarah sekaligus sebuah ironi, komunis di Indonesia lahir justru dari tubuh Syarikat Islam (SI). Pada 1921, tokoh-tokoh idealis seperti Darsono dan Semaun yang telah mendapat didikan dari Sneevlit (orang pertama yang membawa ide komunis ke Indonesia) oleh Hadji Agus Salim dikeluarkan dari organisasi, bersamaan dengan SI yang berubah menjadi PSI (Partai Syarikat Islam).
Terkait fakta tersebut, Bung Hatta berkomentar demikian: "Di Semarang itulah terjadi pertemuan yang sering antara dia (Sneevlit) dengan Darsono dan Semaun. Syarikat Islam yang kurang memperhatikan nasib buruh, telah merupakan lowongan baik bagi ide-ide radikal yang dimasukkan oleh Semaun dan Darsono yang tadinya diinspirasikan oleh Sneevlit." (Hlm. 7)
4. Sebenarnya Bung Hatta bercerita banyak mengenai bagaimana sosok DN Aidit tiba-tiba masuk ke dalam kekuasaan dan menjadi anak kesayangan Bung Karno, juga (sebaliknya) bagaimana Bung Karno dan Sutan Sjahrir menjadi renggang karena masalah sentimen pribadi. Tapi saya ceritakan kapan-kapan saja ya, karena ringkasan ini saya rasa sudah terlalu panjang. Hehe.
Cukup tahu bahwa bibit kerenggangan itu berawal dari Sutan Sjahrir yang menegur Bung Karno saat sedang mandi sambil bernyanyi, "Houd je mond!" (Tutup mulutmu!). Soekarno jadi jengkel.
Itu terjadi saat Bung Karno, Sutan Sjahrir, dan Hadji Agus Salim diasingkan ke Berastagi (Sumatera Utara) oleh penjajah saat terjadi agresi Militer Belanda. Bung Hatta mendapat cerita-cerita semua dari kesaksian Hadji Agus Salim.
No Response to "BUNG HATTA BERCERITA TENTANG PKI"
Posting Komentar