Buku hadiah dari penerbit LP3ES segera saya daras setelah sampai di rumah. Ini buku jilid II yang akan jadi tema dari Sekolah Pemikiran Bung Hatta (SPBH) yang akan diselenggarakan bulan depan. Sebenarnya saya sudah punya jilid lengkapnya (9 jilid), sayangnya semua buku itu ada di Morowali. Sungguh menderita harus berjauhan dengan buku-buku yang saya sayangi.
Saya jadi teringat Bung Hatta harus membawa buku-bukunya waktu dipindahkan ke Boven Digul. Pindah ke Banda Naira, buku juga ikut. Sayangnya waktu ia dipindah ke Sukabumi buku-bukunya itu harus ditinggalkan di Banda Naira, karena pesawat yang mengangkut para interniran tidak cukup untuk mengangkut buku.
Bung Hatta sangat mencintai buku-bukunya. Bung Hatta akan marah bila ada bekas halaman yang terlipat dari orang yang meminjam bukunya. Bahkan asistennya yang menyusun buku secara terbalik tidak luput dari tegurannya.
Saya juga mencintai buku-buku saya. Hanya saja mungkin bedanya ini. Jari saya tidak bisa diam bila membaca suatu tulisan, kemudian saya temukan diksi, frasa, dan kalimat, atau bahkan paragraf, yang menurut saya itu penting. Spontan saja saya memberinya tanda dengan pena fluoresensi (stabilo), atau menggaris bawahi dengan bolpoin dan penggaris agar lebih rapi. Bila ada diksi asing, segera saya buka kamus. Biar tidak lupa, saya tulis di marjin kertas arti dari diksi tersebut.
Itulah sebabnya saya hampir tidak bisa baca buku pinjaman, apalagi jika buku itu buku yang bagus dan isinya sangat bermutu. Otomatis membaca buku-digital berada di urutan ke-3 dalam daftar buku yang hendak saya baca -kecuali kepepet- setelah buku fisik milik pribadi dan buku fisik pinjaman.
Istri saya yang tidak membaca buku pernah berkomentar, apa tidak sayang bukunya dicoret-coret? Itu dia ucapkan waktu saya mulai membaca jilid I Tafsir Al-Azhar beberapa tahun lalu. Saya katakan justru sayang sekali bila saya baca buku tapi tidak meninggalkan jejak coretan sama sekali. Saya tidak perduli kalau harga bekasnya jadi anjlok gegara penuh coretan. Sebab memang tidak ada niat menjualnya. Malah ada kawan saya berpikiran sebaliknya, buku saya jadi mahal harganya justru karena penuh coretan, coretan saya. Saya merasa terpuji dengan komentarnya itu.
Cara saya dalam mencandui buku ini mungkin banyak ketidaksamaan dengan pencinta buku lain pada umumnya. Tapi saya pribadi punya alasan yang kuat, justru dengan cara seperti itu saya jadi punya ikatan emosi dengan buku-buku yang saya baca.
No Response to "MENCORAT-CORET BUKU"
Posting Komentar