Featured Products

Vestibulum urna ipsum

product

Price: $180

Detail | Add to cart

Aliquam sollicitudin

product

Price: $240

Detail | Add to cart

Pellentesque habitant

product

Price: $120

Detail | Add to cart

NASIONALISME DAN REVOLUSI INDONESIA

Di momen HUT kemerdekaan, menurut sy ini buku yg paling rekomended dibaca. 

Saya baca buku ini halaman demi halaman sampai khatam dengan perasaan seolah-olah saya sendirilah George McTurnan Kahin, jurnalis yg punya privilege akses untuk melakukan dialog terhadap masing-masing kubu yg saling berseteru, meliput langsung di pusat terjadinya revolusi dan menjadi saksi hidup saat perang senjata tengah berkecamuk. Hasilnya jelas beda dengan peneliti setelahnya yg hanya mengkaji berdasarkan literasi. Jadi boleh dibilang, Kahin adalah orang lapangan. 

Kahin tidak bisa dibilang netral, simpatinya terhadap bangsa Indonesia yg dikhianati berulang kali oleh Belanda selama periode revolusi (1945-1949) membuat tulisan ini jelas menunjukan keberpihakannya, namun dia tetap ---sebagaimana dikatakan pula oleh Sartono Kartodirjo--- mampu mempertahankan objektivitasnya dengan teguh. 

Nasionalisme tidak ujug-ujug muncul, dia merupakan proses panjang gerakan kesadaran setelah melalui berbagai macam penindasan yg dialami rakyat, baik oleh pemerintahan Jepang maupun akibat agresi militer Belanda paska kemerdekaan. 

Di luar faktor penindasan, nasionalisme juga lahir melalui proses politik budaya. Bahasa Indonesia misal, kesadaran akan pentingnya bahasa persatuan itu justru semakin kuat akibat pemerintah Jepang yg menolak menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa administrasi, sementara mereka tidak bisa memaksa (dalam waktu cepat) penggunaan bahasa Jepang. Maka tidak ada pilihan kecuali menggunakan bahasa Indonesia. Sebelumnya, setiap warga lebih banyak menggunakan bahasa sesuai daerah masing-masing untuk komunikasi sehari-hari. 

Masih banyak lagi faktor lain yg dibahas. Dan semua itu diceritakan oleh Kahin secara detail.

BUKU, MEMBACA, MERDEKA

Memang, idealnya adalah jika punya kedua-keduanya. Tapi tetap, episentrumnya adalah BUKU, bila hanya diberi satu pilihan. Manusia bisa berkelana kemana saja, bahkan menembus batas ruang dan waktu, hanya dengan membaca. Dan hanya dengan MEMBACA, kita MERDEKA. 

Zaman dulu, orang buta pengetahuan karena aksesnya yang tidak ada. Tapi di zaman digital ini, semua orang bisa mengakses bahkan mendapatkannya secara gratis. 

Maka orang yang tidak memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melihat dunia dan merasakan kemerdekaan hidup, sesungguhnya dia, seperti peribahasa "tikus mati di lumbung padi".