Aku baru saja menyelesaikan perjalanan panjang dengan mobil sedan, dari Kabupaten Morowali (Sulawesi Tengah) sampai ke Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat), selama seminggu.
Berangkat dari tanggal 24 April sampai 2 Mei 2024. Berdasarkan spidometer, aku telah menempuh perjalanan sejauh 1.840 kilometer (di luar jalur laut Makassar-Surabaya selama 30 jam).
Sebelum ini pun aku sudah pernah berkendara lintas pulau yang jauh: Jawa-Sulawesi; Jawa-Bali; bahkan Jawa-Sumatera.
Tetapi yang membuat perjalanan kali ini istimewa adalah, aku hanya berdua bersama putriku Naira yang masih berusia 3,5 tahun. Benar-benar perjalanan yang melelahkan, menguras tenaga, namun berkesan untuk dikenang.
Mobil penuh sesak barang, terutama oleh mainan Naira. Dari yang kecil-kecil seperti alat masak-masak, boneka, lego, bola-bola, sampai yang paling besar: sepeda, ayunan, dan prosotan.
Butuh waktu sehari untuk mengemasnya. Kemudian hanya menyisakan dua kursi di depan untuk kami berdua. Aku kosongkan di belakang kursi Naira, supaya kursi bisa dilipat kalau dia mau tidur.
Semoga tidak dicegat polantas selama di perjalanan, boleh jadi ini melanggar, karena penuh muatan sampai menutup pandangan di spion tengah, walau berat mainan itu tidak seberapa --jauh lebih berat memuat orang.
RABU, 24 APRIL 2024. Berangkat sore (16.00 WITA). Naira dan aku dilepas oleh doa dan air mata mama. Sedih juga liat mama nangis waktu mobil kami mulai berangkat.
Setelah lima jam perjalanan, waktunya untuk istirahat. Jam 9 malam kami sampai di Lembon Tonara, sebuah desa di ujung perbatasan Kabupaten Morowali Utara dan Kabupaten Poso. Aku ambil penginapan dengan kamar yang paling murah. Seratus ribu pakai kipas. Lumayan, sekadar untuk mandi dan merebahkan badan.
Aku lihat Naira sangat menikmati perjalanan ini. Seperti tidak lelah. Dia tidak pernah nangis atau mengeluh. Bahkan selama 5 jam itu dia tidak tertidur sama sekali, asyik mengikuti. Banyak bertanya sepanjang perjalanan.
KAMIS, 25 APRIL 2024. Jam 4 shubuh aku terbangun dan tidak bisa tidur lagi. Aku gunakan waktu untuk berkemas, sembari menunggu adzan.
Selesai shalat, Naira yang masih tidur aku pindahkan ke mobil. Kami melanjutkan perjalanan selama 18 jam untuk sampai di Pare-pare (dari jam 5 pagi sampai jam 12 malam).
Pagi yang dingin, hujan gerimis, mobil kami berjalan pelan, apalagi di perbatasan banyak melewati bukit-bukit. Jalan berkelok menanjak dan licin, kadang pula disertai kabut, bahkan ada beberapa titik longsor. Dua setangah jam perjalanan dari batas kabupaten, barulah kami tiba di batas provinsi Sulteng-Sulsel.